PENDETA JAINISME ; AGAMA YANG ATHEIS (7)




Tirthankara

Pendeta Jainisme
Mahavira terlahir dengan nama Vardhamana di timur laut  India ipada 599 SM (ini merupakan tahun yang disebutkan secara tradisional, tetapi beberapa pengikutnya yang modern lebih memilih  540 SM, atau bahkan tahun setelah itu). Beliau adalah seorang Pangeran, putra raja Siddhartha dan ratu  Trishala, yang merupakan keluarga kasta   dan penganut ajaran Parshva. Mahavira dari keturunan golongan kesatria yang memegang kendalil pollitik dan ketentaraan. Keluarganya tinggal di Pisarah berdekatan dengan sebuah bandar yang sekarang dinamakan Patna di wilayah Bihar. Bapaknya, Sidartha adalah seorang anggota dalam majelis yang bertugas memerintah bandar atau kesatuan ketentaraaan. Sidartha telah kawin dengan anak perempuan ketua majelis ini Tris Sala. Kedudukan Sidartha semakin tinggi hingga sebagian riwayat menyifatkannya sebagai kepala bandar itu atau rajanya. Mahavira adalah anak laki-laki yang kedua. Oleh sebab itu, kekuasaan memerintah di serahkan kepada kakaknya sesudah wafat bapaknya kelak. Mahavira lahir pada tahun 599 SM. Pada hari kelahirannya yang ke-12, semua ahli keluarga berkumpul dalam majelis perayaan besar. Mahavira dibesarkan di rumahnya yang penuh dengan kebesaran, di tengah-tengah kemewahan dan kesenangan. Dari masa ke masa keluarganya menyambut kedatangan rombongan ahli agama  karena rombongnan-rombongan ini menempati rumah dan mereka menumpang dengan baik dan di sambut dengan tangan terbuka. Sejak kecilnya Mahavira gemar mengikuti pertemuan-pertemuan mereka untuk mendengar falsafah serta ajaran-ajaran mereka. Mahavira terpengaruh dengan ajaran dan falsafah yang mereka bawakan. Lalu,dia meninggalkan kenikmatan  dunia dan melibatkan dirinya dengan hal-hal yang terkait dengan  ketuhanan, persemadian, dan spiritual. Tetapi, keadaan tidak mengijinkannya disebabkan kedudukan keluarganya yang mengurus hal ihwal politik dan peperangan serta hidup yang penuh dengan kehidupan penuh kemewahan dan kesenangan. Keadaan kehidupan  keluarganya mendorongnya kawin dengan seorang gadis yang bernama Yasuda  dan mereka telah dikaruniai  seorang anak perempuan yang diberi nama Anuja. Sepanjang hidup bapaknya, Mahavira terus menyembunyikan perasaan dan keinginan spiritualnya.  Pada lahirnya dia hidup seperti kieidupan orang-orang lain. Tatkala ibu bapaknya meninggal terbukalah kesempatan baginya untuk mewujudkan apa yang di cita-citakannya. Mahavira meminta saudaranya yang telah memegang kendali pemerintahan agar mengijinkannya melakukan kegiatan spiritual. Tetapi, pemimpin yang baru itu khawatir orang-orang akan menyangka sikap Mahavira itu adalah hasil dari kekerasannya terhadap Mahavira atau karena dia tidak dapat memenuhi permintaannya. Lalu pemimpin itu meminta kepada Mahavira agar menagguhkan kemauannya itu. Tatkala tiba saatnya yang telah ditetapkan, diadakanlah suatu pertemuan besar dibawah pohon asoka dengan dihadiri oleh semua anggota keluarga dan penduduk negeri. Mahavira pun mengumumkan cita-citanya untuk meninggalkan kerajaan, gelar kebangsawanan, dan kenikmatan dunia untuk menyendiri dalam persemadian. Inilah awal kehidupan spiritualnya secara nyata. Dia meninggalkan pakaiannya yang indah, meninggalkan perhiasannya, mencukur rambutnya dan memulai kehidupan baru. Umurnya kala itu baru 30 tahun.   Mahavira berpuasa dua setengah hari, mencabut semua rambut di badannya, dan memulai pengembaraan keseluruh pelosok negeri dengan bertelanjang kaki. Dia bersemadi, berlapar dan sangat berhemat. Dia tenggelam dalam pemikiran dan latihan berat dan perih serta perenungan diri yang dalam. Setelah 13 bulan, dia menanggalkan pakaiannya dengan tidak merasa malu karena dia membunuh segala kelaparan, perasaan, dan rasa malu yang ada di dalam dirinya. Kadang-kadangg di bersemadi di tanah-tanah pekuburan. Tetapi sebagian besar waktunya dihabiskan dengan mengembara keseluruh penjuru negeri. Dia tenggelam dalam pengawasan diri hingga sampai ke tingkat yang  tidak dapat di merasakan apa-apa, apakah kedudukan atau kegembiraan, kepedihan atau kenyamanan. Dia hidup dengan menerima sedikit pemberian yang di berikan kepadanya. Mahavira (pahlawan besar), yang hidup pada abad 6 SM., mendapat kehormatan sebagai pendiri Jainisme.. Selama 12 tahun ia hidup dengan penyangkalan-diri yang esktrim dan meditasi, sehingga menurut cerita ia mencapai moksah. Ia menghabiskan sisa hidupnya selama 30 tahun sebagai makhluk mahatahu (kevali) dengan mengajar para pengikutnya.

Seorang   Tirthankara muncul di dunia, yang mengajarkan cara untuk mencapai moksha, atau kebebasan. Seorang  Tirthankara bukanlah reinkarnasi dari Tuhan. Dia adalah jiwa biasa, yang terlahir sebagai manusia, dan memperoleh sebutan seorang Tirthankara sebagai hasil dari usaha yang keras dari penebusan dosa, dan meditasi. Karena itu seorang  Tirthankara bukanlah seorang awatara (penjelmaan Tuhan), tetapi sebuah jiwa yang mencapai kesucian puncak. Tirthankara bukanlah pendiri sebuah agama, tetapi seorang guru yang maha tahu, yang hidup  beberapa kali dalam sejarah kehidupan manusia Mereka mencapai tujuan spiritual yang tertinggi dan kemudian mengajarkannya  dengan menyeberangkan ke pantai yang aman dari kesucian spiritual. Setiap  Tirthankara baru, mengajarkan dasar filosofi Jain yang sama, tetapi mereka memberikan penganut Jain  tata kehidupan  dalam bentuk yang berbeda agar sesuai dengan kebudayaan dimana filosofi tersebut diajarkan.
Diyakini terdapat  24 Tirthankara selama masa ini yaitu :
Adinatha, Ajita, Sambhava, Abhinandana, Sumati, Padmaprabha, Suparshva, Chandraprabha, Suvidhi, Shital, Shreyansa, Vasupujya, Vimala, Ananta, Dharma, Shanti, Kunthu, Ara, Malli, Muni Suvrata, Nami, Nemi, Parshva dan Mahavira .


  
Kuil Khajuharo

Artikel selanjutnya : 
Sebuah Kitab Jainisme ditulis dalam waktu yang amat panjang dan kitab yang paling dikenal ialah Tattvartha Sutra, atau “Buku Kenyataan” yang ditulis oleh Umasvati (atau Umasvami), seorang cendikiawan dan pendeta yang hidup pada lebih dari  18 abad  yang lalu .......... Sedangkan kitab Siddhanta sendiri terdiri dari 12 anggas sebelumnya, semua itu adalah himpunan yang terdiri dari wejangan-wejangan Mahavira. .........

Compiled By: I Dewa Putu Sedana, 

Belum ada Komentar untuk "PENDETA JAINISME ; AGAMA YANG ATHEIS (7)"

Posting Komentar

Add